Di suatu malam saat aku mencoba “menelan” semua
isi buku BLKS, aku merasa bosan dan mengotakatik handphoneku. Kulihat ramai
sekali salah satu group di whatsapp. Ketika ku lihat, aku temukan ini:
Pertanyaan ini menstimulus otakku mengingat
orang yang paling special sekaligus motivator terbaik, my mom.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, intinya aku
setuju dengan jawaban pada box cokelat di atas. Tapi sekalian curhat, beginilah
penjabarannya…
Aku dikenalkan bahwa Allah sebagai tuhan sejak
ibuku mengenalkan-Nya. Beliau selalu bicara kepadaku setelah selesai makan
malam. Memang, meja makan adalah tempat yang paling asyik untuk berkumpul
dengan keluarga dibandingkan berkumpul di ruang tv. Setiap kami selesai makan,
pastilah yang tertinggal ibuku dan aku. Percakapan dimulai ketika salah satu
dari kami curhat.
Setiap curhatan, siapa pun yang memulai, selalu
diakhirnya ibuku memberi nasihat yang sangat bermakna dan setiap perbincangan
itu secara tidak langsung mengarahkanku hingga ke posisi yang sekarang. Dimana posisiku
sekarang? Aku berada di posisi yang jauh labih baik dari hari-hariku yang lalu.
Sekarang aku dapat merasakan Allah berada dekat dengan kita, memantau kita,
mendengarkan, bahkan melihat kita yang sedang membaca dan menulis. Sebenarnya lebih
dari itu, tapi sulit untukku mengungkapkannya secara detail.
Dari sini aku juga berfikir mungkin itulah
sebabnya Allah sebagai tuhan dan Nabi Muhammad saw memerintahkan kita untuk
memuliakan ibu, karena beliau tidak hanya yang berjuang mengandung dan
menghidupi kita, tapi juga sebagai seseorang yang mengenalkan kita kepada-Nya. Memang
kita bisa belajar dari orang lain, tetapi untukku tidak ada orang yang
sepenuhnya mengerti aku dan metode untuk menerangkan sesuatu lebih baik dari
ibu.
Mungkin sejak pertama kali beliau mengenalkan
Allah, dari sanalah aku mulai berfikir, membaca sekelilingku, mengingat
kejadian-kejadian sebelumnya, dan mencari tahu apa maksud setiap perkataan
beliau. Beliau mengenalkanku kepada-Nya melalui beberapa kisah nyata, analogy,
ilmu dan pengalaman yang pernah diperolehnya, dan pemikirannya yang sering membuatku
bangga kepadanya (haha).
Dari perbincangan itu pula aku baru tahu kalau
beliau seorang muallaf.. dari sana, rasa cintaku kepada Allah semakin
bertambah. Rasa syukurku luar biasa kepada-Nya. Dari cerita-cerita masa
laluyang ibuku ceritakan, aku sungguh termotivasi dan bertambah imanku
kepada-Nya. Sekarang aku mencoba untuk selalu menaati mereka (orang tua ku)
karena selain aku yakin bahwa mereka selalu mencoba memberikan yang terbaik,
ternyata sebagian besar keputusan mereka untuk anak-anaknya benar.
Sekarang aku merasakan betapa bersyukurnya
mengikuti kemauan mereka agar aku kuliah di STEI ini. Allah memberikan aku
setahun pertama pelajaran berharga yang belum pernah aku dapatkan dan mungkin
tidak semua orang mendapatkannya dengan cara yang begitu indah seperti yang ku
dapatkan disini. Kemudian, aku diberikan kakak-kakak tingkat yang luar biasa
dan beberapa dari mereka ku anggap sebagai kakak ku sendiri (aku ingin punya
kakaaaakkk). Bahkan kakak tingkat yang sudah lulus ada yang masih kontak dan
kadang telpon seperti telpon dengan adiknya. Aku juga diberikan teman-teman
yang luar biasa, selalu membuatku ingat kepada Allah.
Walaupun orang bilang swasta adalah tempat
orang-orang terbuang, tapi disini merupakan tempat mutiara yang belum tergali. Tinggal
menunggu sentuhan yang tepat, maka mutiara itu akan menjadi mutiara yang paling
bersinar (wah, udah ngelantur kemana-mana nih).
Intinya simple, dari sini aku merasakan Allah
sebagai tuhan secara bertahap dan sampai sekarang aku masih dalam proses
mengenal Allah lebih baik. Awalnya secara tidak mungkin hanya sekedar
ikut-ikutan tapi dengan pembinaan dan proses kehidupan, membuatku berfikir dan
terus mencoba untuk mengenal Allah dengan baik. Dalam proses itu, aku sebagai
manusia merasakan kehadiran Allah yang membuatku semakin merasa ketergantungan
kepada-Nya, which is good….
Kira-kira sama seperti turunnya Al-Quran…
berangsur-angsur…
*sotoy
.....
No comments:
Post a Comment